Photobucket

Minggu, 05 Mei 2013

Janji Masa Lalu; Till We Meet Again


Judul : Till We Meet Again
Penulis : Yoana Dianika
Jumlah Halamanan : 298 hlm
Ukuran : 13 x 19 cm
Harga : Rp40.000
ISBN : 979-780-500-X

Sinopsis:
Saat pertama kali aku melihat dia hari itu, aku sudah berbohong beberapa kali.

Aku bilang, senyumannya waktu itu tak akan berarti apa-apa. Aku bilang, gempa kecil di dalam perutku hanya lapar biasa. Padahal aku sendiri tahu, sebenarnya aku mengenang dirinya sepanjang waktu. Karena dia, aku jadi ingin mengulang waktu.

Dan suatu hari, kami bertemu lagi. Di saat berbeda, tetapi tetap dengan perasaan yang sama. Perasaanku melayang ke langit ketujuh karena bertemu lagi dengan dirinya. Jantungku berdetak lebih cepat seolah hendak meledak ketika berada di dekatnya. Aku menggigit bibir bawahku, diam-diam membatin, “Ah, ini bakal jadi masalah. Sepertinya aku benar-benar jatuh cinta kepadamu.”

Apakah aku bisa sedetik saja berhenti memikirkan dirinya? Aku tak tahu harus berbuat apa. Aku jatuh cinta, tetapi ragu dan malu untuk menyatakannya.

I wish dreams were wishes, and wishes came true, because in my dreams I’m always with you.

Elena Sebastian Atmadja, gadis blasteran Indonesia-Austria, mendapatkan beasiswa belajar musik di Austria. Elena tidak sekadar mengejar cita-citanya menjadi pemain biola profesional di Austria, ia juga mencari cinta pertama yang pernah dijumpainya di Istana Schonbrunn. Sempat menghabiskan masa kecil di Wina karena sang ibunda, Esther, violinis terkenal. Elena terpaksa meninggalkan Wina saat sang ibunda meninggal untuk kemudian tinggal di Bandung, kampung halaman sang ayah. Delapan tahun kemudian, di Austria, Elena bertemu dengan dua orang cowok yang mampu menggetarkan hatinya itu. Apakah salah satu dari kedua cowok itu adalah cinta pertamanya itu?

Let the love go. When it comes back, then it's yours forever and if It doesn't, means it wasn't meant to be ...

Cerita dibuka dengan cukup menarik, sehingga saya berharap cukup banyak dengan lanjutan di halaman berikutnya. Apalagi membaca keterangan bahwa novel ini adalah juara 3 dari lomba 100% Roman Asli Indonesia yang diadakan oleh penerbit Gagas Media. Ditunjang dengan kover yang sederhana, tapi menarik perhatian, tidak heran kalau espektasi saya begitu tinggi. Belum lagi rating di Goodreads yang cukup tinggi, plus puja-puji para pembaca.

Sayangnya, saya berbeda pendapat.

Salah satu kekurangan novel lokal (saya sengaja mempersempit agar tidak membandingkannya dengan penulis luar) adalah faktor kebetulan yang kental. Bagaimana tidak? Semua masalah yang dihadapi Elena selesai dengan 'keajaiban kebetulan' ini. Misalkan saja, cowok yang menjadi cinta pertamanya itu ternyata ada di dekatnya sejak awal. Model Austria yang kebetulan berdarah campuran Indonesia satu pesawat dengan Elena. Seakan masih belum cukup, si model ini menjadi pengganggu dalam kisah cinta Elena. Oh, please .... Memang betul dunia ini sempit dan kebetulan bertaburan di mana-mana, tapi rasanya kalau muncul berkali-kali jadi terasa janggal.

Semua karakter yang muncul di novel ini bisa saya katakan terlalu sempurna, baik Elena, Chris, atau Hans. Mereka sudah diplot sejak awal bertemu di sekolah musik yang sama, ditambah lagi satu gedung apartemen, dan kalau masih dirasa kurang, kamar mereka saling berhadapan. Cowok-cowok ganteng dan terkenal seperti Chris atau Hans tidak sulit jatuh cinta pada Elena yang lugu, cantik, pintar, jago main biola pula. Dan karena kesempurnaan Elena ini, tidak heran kalau tokoh utama kita juga dibenci cewek yang mengincar Chris atau Hans yang mendadak hanya tergoda pada Elena.

Walau begitu, saya salut dengan riset yang dilakukan Yoana dalam penulisan novel ini. Ia berhasil memasukkan unsur-unsur Austria sehingga tidak terkesan tempelan. Walau Wina cukup terkenal, belum banyak anak bangsa yang mengangkat seting negara ini dalam ceritanya. Namun, hal ini juga yang membuat saya bertanya di mana '100% Roman Indonesia"-nya? Pertama, nama Elena sendiri tidak berbau Indonesia. Kedua seting cerita didominasi dengan lokasi di luar Indonesia dengan cowok-cowok yang bukan pribumi juga. Mungkin satu-satunya (oke, dua-duanya) yang menunjukkan Indonesia hanya nama keluarga Elena dan kota Bandung yang muncul di awal cerita.

Sayangnya (lagi), terkadang Yoana salah menempatkan proporsi pendeskripsian sesuatu di novel ini. Misalnya saja deskripsi tentang fisik tokoh yang muncul. Saya rasa tidak perlu dijelaskan panjang lebar karena kita cukup tahu ciri-ciri umumnya saja. Di lain bagian, Yoana malah kurang mendeskripsikan adegannya sehingga saya tidak dapat membayangkannya dengan jelas.

Konflik yang ditawarkan pun tidak ada yang baru. Ada dua orang cowok yang sama-sama tertarik pada cewek yang sama. Ada orang ketiga yang merasa sebal karena orang yang ditaksirnya malah mengincar cewek lain. Ada kasus 'bullying'. Mungkin yang memberikan warna berbeda adalah cara bertutur Yoana yang mengalir dan enak dibaca. Andaikan orang lain yang menulis buku ini, mungkin saya akan berhenti membaca di tengah-tengah buku.

Saya sedikit terganggu dengan kesalahan ketik yang muncul di novel ini, termasuk jenis font yang berubah di tengah-tengah paragraf dan tidak terjadi hanya sekali dua. Apakah Gagas Media dikejar tenggat sehingga hal-hal ini lolos dari pengawasan? Belum lagi nama Chris dan Hans yang kerap bertukar peran.

Sejak awal, saya sudah dapat menebak alur dan akhir ceritanya. Yang sama sekali di luar dugaan adalah begitu banyaknya kebetulan tadi. Dengan segala kekurangan buku ini, tapi ditolong dengan kelebihannya, saya hanya dapat memberikan 2 bintang dari 5.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar