Judul: Cinta Kamu, Aku
Penulis: Irfan Ihsan
Penerbit: Nourabooks
Jumlah halaman: 310 halaman
Terbit: Februari 2013
Sinopsis:
Aan tidak menyangka, pertemuannya dengan Risha akan membawanya pada suatu kerumitan kegalauan tak berujung. Aan hanyalah seorang penyiar radio dengan air time pas-pasan, tunggakan uang kos, dan penyakit jomblo akut. Sementara, Risha, penyanyi papan atas yang tinggal di dunia yang jauh berbeda dari Aan, terkenal dengan suara merdu, kecantikan, dan segudang prestasinya. Namun, satu event pengubah takdir telah membuat cinta Aan dan Risha bertemu di satu frekuensi.
Apa, sih, ceritanya?
Aan alias Febrian Suhendra tidak pernah menyangka kalau
pertemuan dadakannya dengan Risha sang penyanyi yang sedang naik daun ternyata
berlanjut dengan dramatis. Aan jadi selebriti dadakan sejak mendapat cap
sebagai ‘pacar Risha’ walau sebenarnya semua ini murni kesalahpahaman. Usaha
Risha untuk menjelaskan duduk perkara yang sebenarnya pada Aan selalu gagal,
membuat keduanya terlibat semakin dalam. Saat segalanya mulai serius, haruskah
Aan menerima kenyataan di balik semuanya dan melepaskan Risha?
Memulai Hal Biasa di
Hari yang Biasa
Saya belum pernah membaca cerita mengenai seorang penyiar
radio sebelumnya. Dibuka dengan adegan Aan yang harus ‘kabur’ dari kejaran ibu
kos yang ingin menagih utang, kita langsung dibawa ke kehidupan radio yang kini
mulai ditinggalkan pendengarnya. Aan yang mengalami krisis keuangan terpaksa
hengkang dari kamar kos sepagi mungkin dan menghabiskan waktunya di Radio Flash
tempatnya menjadi penyiar. Saya dapat membayangkan bagaimana suasana ruang
kerja (?) di Radio Flash beserta para krunya melalui penuturan Irvan. Juga saat
siaran. Saya bagaikan mendengarkan cuap-cuap Aan di Flash
FM secara langsung. Irvan berhasil mengangkat adegan ini sehingga terasa nyata
dan saya yakin hal ini ada pengaruhnya dari pengalaman Irfan terlibat dalam
dunia penyiaran secara bertahun-tahun.
Sebetulnya, kisah cinta ‘dua dunia yang sama, tapi berbeda’
sudah banyak di pasaran. Awalnya Aan bukan siapa-siapa, hanya seorang penyiar
yang bahkan permintaannya untuk menambah jam siaran langsung ditolak walaupun
rating acara yang dibawakannya cukup baik. Novel ini menunjukkan bahwa untuk
naik ke atas kadang butuh ‘domplengan’ nama tenar orang lain. Bukan berarti Aan
adalah seorang ambisius yang memanfaatkan Risha untuk menaikkan posisinya,
cintanya untuk Risha tulus dari hati. Namun, hal ini juga yang membuat saya
bingung. Saya tidak menemukan ‘titik’ di mana Aan benar-benar jatuh cinta pada
Risha, apa yang membuatnya rela menghabiskan hidupnya untuk Risha seorang.
Andaikan diselipkan adegan berkesan yang mampu membuat saya menerima kenyataan
bahwa cinta Aan hanya untuk Risha, mungkin saya akan lebih lega.
Berani Merasakan, Berani Menyatakan!
Menurut saya, karakter-karakter yang muncul di Cinta Kamu, Aku ini kurang kuat. Oke,
mungkin selain Lego dan Aki. Saya tidak dapat menentukan apakah sebetulnya Aan
ini cowok yang menyebalkan atau menyenangkan. Ia sesekali ceria, lain kali
galau, tapi saya tidak dapat benar-benar menebak apa sifat Aan. Pun Risha. Ia
memang gadis yang baik, artis yang baik, penyanyi yang baik juga, selain
skandal cintanya dengan Yudha yang saat itu sudah menjalin hubungan dengan
Ratih. Bahkan Yudha yang diceritakan memiliki sifat playboy pun tidak menguarkan aura brengsek yang patut saya caci
maki. Memang ada adegan ia menelepon wanita lain untuk berkencan setelah ia
membatalkan janji dengan Ratih, tapi untuk saya itu kurang masih jauh dari
‘kurang ajar’. Karakter yang paling saya suka mungkin malah Aki, yang hobi
memlesetkan nama Risha menjadi apa saja, kecuali ... Risha. Aki juga selalu
menasihati Aan agar tidak jinah
supaya tidak asup neraka, dengan kata
lain, “Buruan atuh nikahin Neng Reza,
eh, Risha.” Jangan lupakan Lego yang mampu mempertahankan eksistensinya sampai akhir cerita.
Irfan menyelipkan cerita-cerita masa lalu sehingga saya
tercerahkan mengenai masa lalu para karakter utama di novel ini. Sayangnya,
cerita masa lalu ini bagai kelebatan ingatan saja, kurang mendetail, padahal
saya ingin merasakan lebih banyak emosi Aan dan Risha yang memiliki masa lalu
yang tidak seindah bayangan saya. Mereka sekarang tertawa, tapi seharusnya
mereka pernah berderai air mata di masa lalu. Saya ingin sekali merasakan
kesedihan yang mencubiti hati saya saat tahu kenyataan di balik cerita kisah
ortu Aan yang romantis atau kesendirian Risha dengan ortu yang suka melancarkan
perang saudara.
Tidak Ada yang Mudah
Buku bergenre seperti Cinta
Aku, Kamu dengan karakter utama cowok dan ditulis oleh cowok juga tidak
terlalu banyak di dalam jajaran koleksi buku saya. Dari segelintir buku itu,
saya dapat merasakan perbedaan gaya penulisan penulis pria dan wanita (harap
dicatat kalau ini pendapat saya pribadi). Irfan menuturkan segala adegan secara
ringkas, bahkan penggambaran karakternya pun tidak bertele-tele. Di satu sisi
ini baik sekali karena pembaca tidak perlu dicekoki hal-hal yang tidak penting,
namun di pihak lain ada beberapa bagian yang terasa ‘lewat’ begitu saja. Saya
benar-benar berharap Irfan ke depannya mampu menambahkan bumbu-bumbu yang lebih
banyak ke dalam masakan naskahnya biar lebih gurih dan meninggalkan kesan.
Konfliknya juga perlu dipertajam, misalnya Aan benar-benar sempat terpuruk dan
kehilangan arah setelah perpisahannya dengan Risha sampai sakit parah ....
Saya sedikit terganggu dengan keterangan tempat dan waktu
yang kerap muncul di tiap bab. Novel ini jadi bernuansa seperti skrip film yang
memang harus jelas seting lokasi kejadiannya, padahal dari deskripsi satu atau dua kalimat dalam paragraf pun cukup. Saya juga tidak terlalu melihat
hubungan signifikan antara keterangan waktu dengan keseluruhan cerita. Malah
hal ini menjadi jebakan saat seting cerita masih tahun 2011, namun sudah ada ‘terawangan’
kematian Whitney Houston yang baru terjadi di tahun 2012. Oh, ya, saya juga
agak terganggu dengan komentar kemarahan Aan yang sampai mengucapkan nama salah
satu binatang saat ia menangkap basah Risha sedang berduaan dengan pria lain.
Kalau ingat Aan termasuk ‘alim’. seharusnya istilah ini tidak keluar dari
mulutnya.
Irfan banyak menggunakan kalimat-kalimat panjang yang kurang efektif. Untuk saya, ini bukan kesalahan Irfan murni karena editor seharusnya bisa mengingatkan atau cukup 'memenggal' kalimat panjang itu menjadi dua atau tiga kalimat tanpa mengurangi makna keseluruhan. Yang perlu diperhatikan juga adalah penggunaan bahasa Sunda yang seharusnya memperkuat isi cerita, tapi pada akhirnya malah membuat kenyamanan saya membaca berkurang. Kenapa? Karena kalimat ini juga tidak efektif. Misalnya, "Eta teh jinah ... jinah teh haram--Itu zina! Zina itu haram!" Untuk kalimat pendek dan jelas seperti ini rasanya tidak perlu diberi 'terjemahannya'. Kalau perlu malah tidak usah berbahasa Sunda, tapi tetap memasukkan unsur-unsur kata Sunda yang umum, seperti teh, eta, mah sehingga tetap terasa ke-Sunda-annya (kayaknya aneh, ya, istilahnya?).
Ini Bukan Drama Radio!
Buku yang kelihatan tebal ini ternyata tidaklah ‘setebal’
yang saya kira. Ukuran fontnya pas, ditambah dengan jarak antar kalimat yang
tidak terlalu rapat sehingga mata tidak lelah. Hal lain yang menarik adalah
adanya ilustrasi di awal bab yang walau lagi-lagi membuat saya menebak-nebak
karena ada 1 orang cewek dan 2 orang cowok. Apakah karakter kedua cowok itu
sama-sama Aan? (Tapi, menurut hemat saya, cowok bertopi yang duduk di atas
radio itu adalah dr. Tompi). Saya juga sempat berharap bahwa ilustrasi awal bab ini
semuanya berbeda, bukan cuma tiga gambar yang dipajang bergantian
(maafkan keegoisan saya ini, ehehe).
Salut pada Nourabooks (logonya ganti, ya? Baru ngeh) yang
berbasil mempertahankan kesalahan ketik seminimal mungkin. Namun, saya sedikit
kecewa dengan jenis kertas kover yang digunakan karena gampang ‘patah’ saat
buku dibuka. Untungnya jenis kertasnya termasuk yang lemas, jadi bisa saya
minimalisasi walau tetap saja ada ‘patahan’ di bagian sudut. Selain itu,
laminatingnya mudah terkelupas sehingga rencana darurat saya ke depan adalah
menyampul buku ini sebelum saya menyesal lebih lanjut. Oh, ya, pemilihan
warnanya juga terlalu kusam. Kebetulan buku ini saya beli via online, tapi ketika saya ke toko buku
dipastikan saya akan melewatkan buku ini karena warnanya sama sekali tidak
menggoda mata saya. Selain itu, logo Noura yang berwarna putih benar-benar
tenggelam lautan di warna kuning kecokelatan yang mendominasi kover secara
keseluruhan.
Ada satu hal yang mungkin tidak bisa dilakukan oleh penulis
lain: memasukkan cameo seorang
artis/orang terkenal/orang yang benar-benar ada di dunia nyata ini ke dalam
tulisan dan diketahui oleh yang bersangkutan. Dengan soundtrack ‘Menghujam Hatiku’ yang dibawakan dr. Tompi, sang
penyanyi ini muncul sebagai dirinya sendiri di dalam novel . Jadi, andaikan
novel ini benar-benar diangkat menjadi film, saya sudah bisa membayangkan
adegannya *sok tahu*
Nyatakan ....
“ ... kalau ditanya apa saya masih sayang dia, saya akan
jawab ‘nggak’ .... Dan kalo sekarang saya ditanya kapan terakhir kali saya
melakukan kebohongan terbesar dalam hidup, saya akan jawab ... baru saja ....”
Kalau ditanya apa novel ini bagus banget, saya akan jawab ‘nggak’.
Tapi kalau ditanya apa saya berbohong, saya jawab ... ya, karena novel ini
layak untuk dibaca, kok. Dan dapat 3 bintang dari saya ^^
Tentang penulis:
Irfan Ihsan adalah penyiar The Afternoon Show Radio Prambors yang menjadi program pertama di
Indonesia yang mengudara secara langsung dan bersamaan di radio dan TV bernama Prambors Wow Mania. Sejak 2005, Irfan
bergabung dengan VOA sebagai Internation
Broadcaster dan menetap di Washington DC. Novel Cinta Aku, Kamu adalah novel
pertamanya.
PS. Sumpah, judulnya ribet banget soalnya saya terus-terusan kebalik antara posisi aku dan kamu. Hadeuuuh.