Penerbit: Mizan
Harga: Rp65.000
Penulis: Tahereh Mafi
Mirip The Hunger Games.
Itulah yang terlintas di benak saya ketika mulai membaca. Ada seorang gadis
berusia 16-17 tahun, pemuda yang sebaya, dan dunia yang ‘baru’.
Cerita dibuka dengan Juliette Ferrars yang dikurung di rumah
sakit jiwa selama 264 hari. Namun, di hari ke-265, Juliette dihadiahi seorang
teman sekamar baru, pemuda yang usianya kira-kira sebaya dengannya. Dunia
hening dan kesepian Juliette sedikit demi sedikit berubah. Pemuda itu, Adam,
berusaha berkenalan dan menjalin hubungan yang lebih dekat dengan Juliette,
tetapi gadis itu tidak terbiasa. Ia ingin menyentuh Adam, tapi ia tidak dapat
melakukannya, karena... ia dapat membunuh Adam!
Sebelum Juliette dapat memahami apa yang terjadi, mendadak
ia dipindahkan dengan paksa ke sebuah kamar yang cukup mewah, dengan makanan
berlimpah dan pakaian selemari. Ia bertemu dengan Warner, pemimpin Tatanan Baru
yang tertarik dengan kemampuan Juliette. Apakah Juliette akan menyambut uluran
tangan Warner membalaskan dendam gadis itu karena telah dikucilkan seumur
hidupnya? Ataukah Juliette harus percaya pada Adam, pemuda yang ternyata
memiliki misi khusus dengan mendekatinya?
Oh, wow.
Saya tidak dapat berhenti membaca Shatter Me. Cara Tahereh Mafi bertutur dengan sudut pandang orang
pertama sangat menarik. Ia berhasil memaparkan semuanya secara adil. Juliette
tidak hanya berkeluh kesah, tapi ia dapat menyampaikan gambaran situasi, masa
lalu, dan semuanya secara seimbang. Saya tidak merasa kesal Juliette bergalau
ria karena ia memang tidak melakukannya. Kalau Bella Swan sibuk merutuki
nasibnya yang malang sepanjang Twilight,
maka Juliette lebih banyak mempertanyakan apa yang harus ia lakukan untuk
memperbaiki semua.
Baru kali ini saya membaca novel yang menggunakan kata
kalimat coret sampai halaman terakhir. Awalnya terasa lucu, tapi setelah saya
baca dengan saksama, saya merasa kalau Juliette berusaha untuk menyampaikan apa
yang dirasakannya dengan baik dan benar, agar tidak membuat orang lain salah
paham, bukan sekadar menggoreskan keunikan cara penulisan semata.
Karena bergerak maju
adalah satu-satunya cara untuk bertahan.
Tak susah untuk jatuh cinta pada Juliette atau Adam.
Juliette sejak kecil telah memiliki kemampuan yang membuatnya tidak bisa
sembarangan menyentuh orang lain. Walaupun Juliette dibuang oleh orangtuanya
dan dijauhi teman-temannya, ia terus tabah dan sabar. Dan optimis. Bahkan
selama ia dikurung dalam ruangan persegi yang begitu menyesakkan di rumah sakit
jiwa, ia sama sekali tidak menangis. Ia masih memiliki harapan untuk masa depan
yang lebih baik.
Adam sendiri adalah seorang pemuda yang misterius pada
awalnya. Ia seperti orang yang tidak tahu kenapa harus dijebloskan ke dalam
kamar bersama salah satu orang yang dianggap berbahaya oleh negara. Namun,
siapa sangka kalau ia ternyata seorang tentara yang disusupkan untuk ‘menjebol’
pertahanan Juliette?
Hal lain yang menarik adalah masa lalu Juliette dan Adam.
Betapa hal yang saya kira kebetulan ternyata bukan sekadar kebetulan. Tahereh
berhasil mengatur plot dan alurnya secara solid.
Apa yang muncul di awal, ternyata menjadi petunjuk di akhir. Atau sebaliknya.
Dengan lihai, ia membawa pembaca ke masa lalu dan masa kini tanpa kita merasa
terganggu. Dan apa yang ada di antara Juliette dan Adam bukan juga sekadar
kisah cinta biasa. Atau hubungan yang dipaksakan karena kebetulan keduanya
adalah tokoh utama kita. Saya dapat merasakan chemistry di antara mereka. Hubungan yang mereka mulai bahkan
sebelum keduanya saling mengenal.
Karakter lain yang menarik adalah Kenji, sahabat Adam di
ketentaraan. Keberadaan pemuda yang ceria ini juga bukanlah kebetulan.
Kehadirannya menjadi ‘penyelamat’ bagi Juliette dan Adam yang menjadi buronan
setelah mereka berhasil melarikan diri dari Warner. Kenji pun menjadi
penyelamat bagi pembaca dengan dialog-dialog segarnya yang dapat memancing
senyum di tengah-tengah keseriusan membaca.
Salut terhadap Dina Begum, sang penerjemah, yang dapat
menuliskan ulang karya Tahereh Mafi ini dalam tata bahasa yang mengagumkan.
Saya jadi membayangkan andaikan Tahereh benar-benar menuliskan novel ini dalam
Bahasa Indonesia, akan seperti apakah hasilnya? Salut juga untuk Prisca
Primasari selaku editor dan Yunni Yuliana si proofreader yang dapat menjaga kenikmatan saya membaca dengan
sedikitnya kesalahan ketik di sepanjang novel ini. Saya juga menyukai tata
letak Shatter Me yang sederhana, tapi
tidak membuat mata saya lelah membacanya.
Sebelum membaca buku ini, saya sempat melihat kover asli Shatter Me. Awalnya saya merasa kover
itu lebih bagus daripada edisi terjemahannya. Ternyata, setelah saya
terjerat pada pesona Juliette dan Adam, saya kerap memandangi kover edisi
terjemahan dan membayangkan rupa Juliette, juga seting dunia tempat para
karakter yang saya sayangi ini hidup. Saya langsung membayangkan akan seperti
apakah jika Shatter Me ini diangkat
menjadi film? Saya bisa jatuh cinta pada Adam! Efek hologramnya membuat
novel ini menarik perhatian di rak buku saya (juga di toko buku). Sayangnya,
lapisan hologramnya agak mudah terkelupas, jadi saya harus buru-buru menyampul
novel saya sebelum saya menyesalinya nanti.
Keadaan sedang
berubah, tapi kali ini aku tidak takut. Kali ini aku tahu siapa diriku. Kali
ini aku membuat keputusan yang benar dan aku berjuang untuk tim yang benar. Aku
merasa aman. Percaya diri.
Juliette mengajarkan kita untuk mengikuti kata hati.
Walaupun penderitaan dan ujian datang mendera, bukan berarti kita membalasnya
dengan kejahatan yang sama pula. Andai Juliette memilih untuk membalas dendam,
ia akan berada di sisi Warner, bukannya Adam. Memanfaatkan segala kemampuannya
untuk melancarkan kesedihan dan kepedihan hati pada orang-orang yang pernah
menyakiti Juliette dulu. Namun, tidak. Juliette memilih untuk terus
berjuang....
Juliette memiliki Adam. Orang yang menyayangi dengan tulus,
melihat nilai diri kita sesungguhnya tanpa diburamkan oleh tampilan luar atau
omongan orang. Adam secara tidak langsung menjadi pondasi kuat Juliette untuk
terus melihat ke depan. Namun, andaikan Adam tidak ada, apa yang harus
dilakukan Juliette? Banyak Juliette yang mungkin beruntung bertemu orang yang
begitu berharga dalam hidup, tapi bukan berarti Juliette lainnya yang masih
‘sendiri’ memilih jalan yang salah karena insya Allah ada seseorang di luar
sana yang peduli pada kita.
Akan ada burung hari
ini. Bulunya berwarna putih berbintik-bintik keemasa bagai mahkota di atas
kepalanya. Burung itu akan terbang.
Dear, resensi buku ini ga bisa diikutkan dalam Indonesian Romance Reading Challenge karena ini novel terjemahan. Thanks.
BalasHapusIya, Mbak, maaf khilaf :) Pdhl udah tahu ga bs malah salah masukin link :( Kupost link yg baru yaa.
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus