Photobucket

Selasa, 26 Maret 2013

Memutar Kenangan bersama Remember Dhaka


Setiap manusia membutuhkan alasan untuk melakukan sesuatu, termasuk saya. Saya membeli sebuah buku karena beberapa faktor, antara lain harganya dan rekomendasi orang. Biarpun tidak mendapat rekomendasi, jika buku itu murah dan menarik perhatian, ada kemungkinan akan saya beli. Nah, yang jadi masalah adalah kapan saya memulai membaca salah satu judul dari tumpukan buku yang kian meninggi itu? Ya, saya butuh alasan kuat untuk memulai membaca, termasuk novel yang satu ini: Remember Dhaka.


Judul: Remember Dhaka
Penulis: Dy Lunady
Penerbit: Bentang Belia
Jumlah Halaman: 214 halaman
Harga: Rp37.000,-

Sinopsis
Di antara dunia baruku yang absurd, aku menemukanmu.
Di antara semrawutnya kota ini, kamu datang seperti peri.
Kurasa, kamu jadi alasan terbesarku bisa dan mau bertahan di sini.
Dhaka, tak pernah sekali pun terpikir olehku sebelumnya.
Bersama kamu, aku bisa menemukan diriku.
Karena kamu, kota ini jauh lebih hidup di mataku.
Jadi, tetaplah di sini.
Tetaplah indah seperti peri.

And the Journey begins...
Arjuna Indra Alamsjah tidak pernah mengira kehidupannya yang mewah dan nyaman akan jungkir balik saat kakak satu-satunya, Dewi Agni Alamsjah, mengirimnya menjadi volunteer di Dhaka. Jika Juna tidak mau menjadi volunteer, sang ayah mengancam akan mencabut segala kartu kredit dan membekukan rekening Juna. Mau tak mau, Juna harus meninggalkan kenyamanan yang sudah menjadi darah dagingnya seumur hidup dan menggantinya dengan kehidupan volunteer yang... yah, menyedihkan. Juna nyaris menyerah menjalani kehidupan barunya itu, tapi Emma Frost, advisor Juna, mampu membuat Juna berpikir ulang. Apakah hidup selama ini tidak adil pada Juna? Atau sebetulnya, Junalah yang tidak adil pada kehidupan ini?

First Page-Introduction
Novel dibuka dengan adegan Juna yang memerintahkan para pelayan, supir, satpam, apa saja di rumahnya untuk mengurusi segala tetek bengeknya setelah ia pulang dari pesta kelulusan SMA-nya.  Saya langsung merasakan gaya hidup Juna yang terbiasa dilayani dan tinggal perintah. Tidak perlu bingung karena Juna langsung menjelaskan kalau ia termasuk dalam the Alamsjah the Almighty. Dengan segala kekayaan keluarga Alamsjah, Juna tidak perlu merasakan kehidupan rakyat jelata yang harus bersusah payah. Ia terbiasa mendapatkan apa yang ia mau. Dan masalahnya muncul karena hal itu.

Dhaka, Surprise Me, please!
Dhaka benar-benar membuat Juna terkejut. Tidak hanya dengan kondisi kotanya yang plek mirip dengan bayangan Juna, tapi jauh berbeda dengan kehidupannya dulu, Juna juga harus menghadapi kenyataan bagaimana kebanyakan orang hidup di dunia yang tidak pernah dibayangkan Juna sebelumnya. Dhaka yang awalnya bagaikan mimpi buruk bagi Juna ternyata membawa Juna membuka lembaran baru bagi cowok satu ini. Tentu saja, dengan bonus cinta di dalamnya :)

Suprise by Myself, How Can I Enjoy Being Here?
Dy Lunady berhasil mengangkat satu hal baru yang mungkin tidak banyak dipilih penulis lain: menjadi tenaga sukarelawan. Ia pun memilih tempat yang memang ‘tidak umum’. Saya pribadi awalnya mengira Dhaka ada di salah satu bagian India, sebelum akhirnya Dy menyadarkan saya kalau Dhaka berada di Bangladesh J Dengan latar belakang keluarga Juna yang serba berkecukupan, mengunjungi Dhaka, apalagi sebagai volunteer, mungkin tidak akan pernah terbersit dalam pikiran Juna sama sekali. Juna punya alasan sangat kuat kenapa ia tidak perlu meninggalkan kehidupannya yang nyaman itu, sementara Agni juga punya alasan yang sama kuatnya untuk memaksa adik tersayangnya lebih mengenal dunia sesungguhnya.

Tentu saja, buku ini tidak hanya sekadar bertutur mengenai tugas seorang sukarelawan, tapi juga ada bumbu kisah cinta yang memang mungkin terjadi di dalam setiap liku kehidupan anak manusia. Tertarik pada Emma yang bagaikan peri, Juna mulai meresapi arti hidupnya selama ini melalui tugasnya sebagai volunteer. Tidak hanya menemukan hal-hal yang menyadarkannya akan berbagai hal, Juna juga menemukan cintanya di Dhaka.

Dy mungkin adalah seorang penulis yang suka berkeliaran ke negara lain, karena apa yang dituturkannya di Remember Dhaka bukan sekadar hasil mesin pencari. Ia menuturkan hal-hal menarik yang Juna temui sepanjang perjalanan ke Dhaka, termasuk juga apa saja yang ada Dhaka. Melalui Juna, saya dapat merasakan bahwa tujuan berwisatan ke luar negeri tak melulu ke Eropa. Baahkan di kota seperti Dhaka pun banyak menyimpan hal eksotis yang layak untuk dikunjungi.

No Need to Run and Hide
Sejak awal, karakter Juna bukanlah karakter menyebalkan. Ia hanya anak manja yang... tidak terlalu egois. Andaikan Juna dibuat lebih egois dan semaunya sendiri sampai membuat Agni naik darah mungkin akan membuat cerita ini lebih menarik. Untuk seorang Juna yang kehidupannya bagai seorang pangeran, tampaknya ia tidak terlalu kesulitan menyesuaikan diri dalam ‘kehidupan rakyat jelata’ yang malah kelihatan janggal untuk saya. Perubahan Juna dari anak egois menjadi anak manis ini terlalu cepat untuk saya. Cerita pasti akan lebih greget jika dibuat Juna mendapat kesulitan akan segala keegoisan dan keluh kesahnya selama menjadi volunteer, sebelum akhirnya Juna mencapai suatu titik yang akhirnya akan mengubah kehidupannya selamanya.

Dy memunculkan istilah dan bahasa Inggris di buku ini. Mungkin untuk menunjukkan bahwa anak konglomerat seperti Juna sudah umum berbicara campur aduk antara bahasa Indonesia dengan Inggris. Sayangnya, porsinya terlalu banyak. Saya yakin, banyak pembaca yang melewatkan dialog-dialog berbahasa Inggris di buku ini karena dibutuhkan kemampuan berbahasa Inggris yang tidak sekadar pasif untuk dapat menerjemahkan apa yang sedang dibicarakan oleh Juna dan kawan-kawan. Selain itu, saya menemukan beberapa kesalahan kecil, misalnya tidak adanya to be atau penggunaan –ing yang tidak pada tempatnya. Untuk saya sedikit banyak hal ini mengganggu. Misalnya Emma, why you here? (halaman 69) seharusnya why you ARE here? Atau penggunaan istilah yang salah, seperti godness bukannya goddes yang berarti dewi (halaman 88). Jujur, sedikit banyak saya terganggu setiap menemukan kesalahan-kesalahan ini tersebar dari halaman awal sampai halaman akhir. Hm...
Curiousity Killed the Cat
Walau begitu, segala hal yang dituturkan Dy berhasil memancing rasa ingin tahu saya. Itulah yang membuat saya agak kesal karena kegiatan volunteer yang dilakukan Juna dan kawan-kawan atau mengenai Dhaka itu sendiri malah kurang digarap oleh Dy. Sampai halaman akhir, saya tidak benar-benar tahu apa yagn dilakukan Juna di sana selain bantu-bantu yang tidak jelas... Sistem sekolahnya seperti apa dan berlangsung kapan saja juga tidak dijelaskan. Mungkin akan lebih lengkap bila Dy juga menyertakan cara jika salah satu dari pembacanya tergoda untuk menjadi sukarelawan seperti Juna :)

Live the Life You Have Imagined
Melalui Juna, Dy ingin menyampaikan bahwa kita diciptakan pasti karena ada tujuannya. Tuhan adalah perencana yang sempurna. Dy juga mengajak kita untuk ikhlas, karena uang bukanlah penyelesai masalah. Kitalah yang harus berusaha mengubah hidup kita. Banyak hal baik jika kita melakukan kebaikan. Seperti tetesan air yang jatuh ke kolam, riaknya akan melebar, dan kembali ke kita lebih besar. Feeling good by doing good.

No Matter Where We Go, We Take a Little of Each Other Everywhere
Salut pada Dy yang mengangkat hal yang tidak umum ini menjadi bacaan ringan dengan mengambil seting yang tidak umum juga. Saya menyukai tata letak novel ini. Ditambah dengan halaman blog Juna. Isi blog Juna kurang lebih ringkasan dari beberapa kegiatan yang telah dialaminya selama di Dhaka. Saya sampai berharap kalau blog Juna ini benar-benar exist , lho ^^

Seperti Juna, setelah membaca Remember Dhaka, saya jadi merenungkan banyak hal. Masih banyak Juna-Juna lain di luar sana. Semoga Juna-Juna itu bisa mendapat pencerahan seperti saya juga.

P.S. Kalimat-kalimat bercetak tebal di atas itu merupakan sebagian dari judul-judul bab yang muncul di Remember Dhaka. Isnt’ great?
P.P.S. Untuk saya seharusnya Juna tidak meminta Emma tetap sebagai peri karena Emma lebih menarik sebagai dirinya sendiri ^^

2 komentar:

  1. Nasib kita sama kok, mencari waktu untuk membaca tumpukan koleksi yg menggunung. Semoga aku sanggup selesaikan semua dan baca buku ini :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kecepatan bacaku menyedihkan, Mbak, soale disambi ini itu ..

      Hapus